Meteorid
bergerak cepat sekali karena adanya gaya grafitasi matahari. Matahari
menarik meteorid dari jauh, makin lama makin cepat. Ketika sudah dekat
matahari, meteorid segera di belokkan dan bergerak menjauhi matahari.
Ketika Meteorid ini bergerak melewati Bumi , gaya grafitasi Bumi menarik
meteorid dan masuk ke atmosfir bumi. Meteorid bertumbukan dengan
partikel udara di atmosfir menyebabkan meteorid ini berpijar menjadi
meteor.
Meteor yang jatuh ke Bumi bergerak
dengan kecepatan yang sangat tinggi. Kecepatan rata-ratanya sekitar 10 –
70 kilometer per detik. Cepat sekali, kan? Bandingkan dengan kecepatan
kereta api super cepat Shinkansen yang hanya 83,3 meter per detik atau
300 kilometer per jam. Meteor paling lama berpijar di langit sekitar 3
detik. Planet-planet terlalu jauh letaknya dari Bumi jadi tidak jatuh ke
Bumi. Begitu Juga dengan asteroid, meski sangat kecil tetapi misebagian
besar letaknya lebih jauh dari planet Mars. Itulah mengapa asteroid dan
planet tidak jatuh ke Bumi.
Masuk ke Atmosfer Bumi
Tumbukan benda luar angkasa (meteor, asteroid, komet) ke Bumi jelas di
awali dengan masuknya benda tersebut ke atmosfer atas. Saat masuk,
kecepatannya berada antara 11 hingga 72 kilometer per detik. Sudut
masuknya juga beragam. Mulai dari samping (menyenggol) atau tegak lurus
(menusuk) Bumi. Yang paling mungkin adalah sudut tumbuk 45 derajat.
Tercelupnya meteor ke dalam atmosfer
akan memperlambat gerakannya. Benda yang kecil akan sepenuhnya hancur
karena gesekan dengan atmosfer sehingga tidak dapat menginjak tanah.
Benda yang cukup besar akan mampu menerobos hingga menghantam permukaan
Bumi dan menghasilkan kawah besar disertai beberapa proses yang
mempengaruhi lingkungan lokal, regional bahkan global.
Pengaruh lingkungan yang dihasilkan
tumbukan terkait erat dengan Energi dari meteor tersebut. Dan kita telah
belajar di SMP kalau Energi ini tentulah energi kinetik dan karenanya
tergantung pada kecepatan dan massa dari meteor tersebut. Bila meteor
tersebut bulat, maka massa tergantung pada kepadatannya dan ukuran
diameternya. Semakin cepat dan semakin besar meteor tersebut akibatnya
energinya semakin tinggi dan dampaknya semakin parah. Untungnya semakin
besar energi yang dimiliki meteor, semakin langka ia menabrak Bumi.
Dalam separuh perjalanannya dalam
atmosfer, meteor mendapatkan geseran (drag) atmosfer yang bisa
menghabisi seluruh meteor bila ukurannya kecil. Kecepatannya melambat
seiring bertambah padatnya atmosfer. Tekanan stagnasi di ujung depan
(wajah) meteor akan meningkat dan berusaha mengkompres meteor dari
depan. Sementara itu tekanan di bagian ekor justru tidak ada sama
sekali. Pada gilirannya, tekanan ini melebihi kekuatan dari meteor dan
meteor mulai pecah. Bila diperhatikan baik-baik, kita mungkin melihat
meteor waktu malam meletup beberapa kali dalam trayeknya. Letupan ini
merupakan tahapan pelepasan satu demi satu tubuh meteor mulai dari yang
paling lemah. Bagian meteor yang paling kuat dan berhasil jatuh ke tanah
(meteorit) terlihat 10 kali lebih lemah daripada saat ia pecah. Saat
ini masih misteri mengapa kekuatan ini tidak sama.
Jadi pada awalnya hanya ada satu meteor
besar di luar atmosfer Bumi. Begitu masuk ke Atmosfer, ia berubah
menjadi rombongan jemaah meteor kecil. Yang paling lemah di belakang,
yang paling kuat di depan. Semakin dekat ke permukaan mereka semakin
ramai. Walau begitu ukuran mereka secara total masih kurang dari ukuran
awalnya, karena sebagian materi habis dan energinya juga terlepas di
udara. Ada dua jenis gerombolan meteor ini, satu yang anggotanya
terpencar seperti terompet bunga kembang sepatu. Tipe kedua adalah
gerombolan yang terfokus ke satu titik seperti alas kerucut.
Mendekati bumi, meteor terbesar dalam
rombongan ini akan mengirimkan gelombang kejutnya ke permukaan tanah.
Gelombang ini adalah daerah di depan meteor dimana terjadi dekompresi
antara meteor dan atmosfer. Gelombang kejut ini berlapis. Bagian
terdepannya akan menghantam permukaan bumi dan dipantulkan kembali.
Akibatnya, gelombang pantul ini bertemu dengan gelombang lapis kedua
yang menyongsongnya. Terjadilah suara letupan yang sangat nyaring.
Menyentuh Permukaan
Kawah
Bila meteor berhasil tiba di permukaan Bumi, maka meteor tersebut akan
membentuk kawah. Besarnya (diameter dan kedalaman) kawah tergantung pada
kepadatan permukaan yang dihantamnya. Kawah yang dibentuk oleh meteor
di batuan lebih kecil dari kawah yang dibentuk meteor yang sama jika ia
jatuh di air. Tentu saja kawah yang terbentuk di air akan segera lenyap
sambil mengirimkan energinya dalam bentuk gelombang air ke segala arah.
Kawah meteor dengan kawah gunung berapi
beda. Kawah meteor memiliki tanda-tanda bekas mengalami tekanan sangat
tinggi. Batuan di cekungan kawah yang besar akan membentuk lapisan
lelehan (yang terjadi karena batuan digencet dengan sangat cepat dan
kuat). Pada kawah yang lebih kecil, lelehan yang terbentuk bercampur
dengan bresia.
Bola Api
Kompresi kuat di permukaan bumi yang ditimpa pada saat tumbukan
meningkatkan suhu dan tekanan secara drastis di sekitar lokasi jatuhnya
meteor. Bila meteor jatuh dengan kecepatan lebih dari 12 km per detik,
tekanan kejut cukup besar untuk mencairkan seluruh meteor dan permukaan
yang ditimpa. Bila kecepatan lebih dari 15 km per detik, sebagian bahkan
menguap. Uap yang terjadi pada tekanan dan suhu sangat tinggi akan
mengembang dengan cepat dan inilah bola api yang muncul saat terjadi
tumbukan meteor dengan tanah.
Ukuran bola api ini tergantung energi
tumbukan tersebut. Semakin besar energi tumbukan, semakin besar bola
apinya. Bahan-bahan dapat terbakar bila terpaparkan oleh bola api ini.
Bila anda berada dalam bola api ini, yang pertama kali terbakar adalah
kulit anda, bukannya pakaian anda. Malahan, pakaian merupakan bahan yang
paling sulit terbakar. Urutan dari yang pertama terbakar adalah tubuh
manusia, pohon, kertas, rumput, papan dan terakhir pakaian.
Gempa
Selain di udara, dampak tumbukan terjadi juga di tanah. Gelombang kejut
yang dihasilkan oleh tumbukan menjalar dalam bentuk gelombang ke segara
arah dari lokasi tumbukan. Tentunya semakin jauh energinya semakin
kecil.
Lontaran
Saat penggalian kawah, material yang pada awalnya berada di dekat lokasi
tumbukan akan terlontar secara parabolik menjauhi lokasi tumbukan, atau
semata terseret saat terbentuknya kawah dan menjadi bagian bibir
kawah.
Letupan
Bila gelombang kejut di tanah menghasilkan gempa, di laut menghasilkan
tsunami, maka di udara menghasilkan letupan. Letupan suara dari tumbukan
1 kiloton mampu meruntuhkan jembatan layang bila jaraknya 133 meter
dari lokasi kejadian. Gedung bertingkat dalam radius 400 meter akan
rubuh sementara bagi mereka yang berada pada radius 1.1 km, dampaknya
adalah pecahnya kaca jendela.
Jatuh di Air
Tumbukan meteor justru dua kali lebih sering terjadi di air daripada di
darat. Hal ini terutama karena planet bumi sendiri 2/3 nya adalah
lautan. Kawah juga dapat terbentuk di dasar lautan tepat dilokasi
tumbukan. Kawah ini tentunya lebih kecil daripada kawah yang mungkin
terbentuk oleh meteor yang sama di darat. Hal ini karena sebelum
mencapai dasar laut, meteor akan diperlambat sekali lagi oleh lapisan
air dan perlambatan ini tergantung pada seberapa dalam air tersebut.
Bola api dan letupan yang muncul tidak
berbeda dengan yang terjadi di darat. Air tidak berpengaruh pada dua
dampak ini. Walau begitu, gempa akan lebih kecil dan semakin kecil bila
air tersebut dalam.
Ada dampak lain yang unik bila meteor
jatuh di air, yaitu tsunami. Sayangnya, pengetahuan kita mengenai
bagaimana mekanisme terjadinya tsunami yang terbentuk oleh tumbukan
meteor masih belum cukup. Akibatnya tidak jelas bagaimana dampak tsunami
tersebut bagi masyarakat di pinggir pantai. Di satu pihak, ada ilmuan
yang berpendapat tsunami tersebut akan lebih tinggi dari kedalaman air
yang dihantam meteor itu sendiri. Di pihak lain, ada juga ilmuan yang
berpendapat kalau tumbukan demikian justru membuka celah di dasar laut
sehingga gelombang tsunami teredam (efek Van Dorn) dan tidak
menghasilkan bahaya bagi penduduk di pantai.
Simulasi
Mari kita jatuhkan meteor raksasa di
kota Bandung. Kita sendiri tinggal di Jakarta. Pembaca yang tinggal di
Bandung bisa membayangkan mengungsi ke Jakarta sebentar sambil melihat
meteor jatuh di Bandung. Jangan khawatir kita akan membuat tiga kota
Bandung. Dan tiga-tiganya akan kita jatuhi meteor dengan kecepatan
hantam yang sama, yaitu 20 km/detik dan sudut masuknya juga sama yaitu
45 derajat.
Skenario 1 : Meteor sedang
Disini kita menggunakan meteor yang pernah menciptakan kawah Barringer di Arizona. Meteor ini memiliki diameter 40 meter dan merupakan asteroid besi berkepadatan 8 ton per meter kubik. Ia akan jatuh di target endapan berkepadatan 2.5 ton/meter kubik di Bandung, katakanlah Cibiru
Disini kita menggunakan meteor yang pernah menciptakan kawah Barringer di Arizona. Meteor ini memiliki diameter 40 meter dan merupakan asteroid besi berkepadatan 8 ton per meter kubik. Ia akan jatuh di target endapan berkepadatan 2.5 ton/meter kubik di Bandung, katakanlah Cibiru
Skenario 2 : Meteor Besar
Meteor yang kita gunakan berdiameter 1.75 km. Tersusun dari batu dengan kepadatan 2.7 ton/meter kubik. Target adalah kristalin berkepadatan 2.75 ton/meter kubik di Bandung, mungkin Kopo. Meteor ini adalah meteor yang menyebabkan terbentuknya kawah Reis di Jerman.
Meteor yang kita gunakan berdiameter 1.75 km. Tersusun dari batu dengan kepadatan 2.7 ton/meter kubik. Target adalah kristalin berkepadatan 2.75 ton/meter kubik di Bandung, mungkin Kopo. Meteor ini adalah meteor yang menyebabkan terbentuknya kawah Reis di Jerman.
Skenario 3: Meteor Raksasa
Ini yang memusnahkan dinosaurus di masa lalu. Diameternya 18 km. Targetnya juga kristalin.
Ini yang memusnahkan dinosaurus di masa lalu. Diameternya 18 km. Targetnya juga kristalin.
Ukuran Meteor (km) | 0.04 (besi) | 1.75 | 18 |
Persentase berkurangnya kecepatan saat memasuki atmosfer | 50 | Tidak berkurang | Tidak berkurang |
Energi tumbukan (Joule) | 1.3 x 1016 | 1.5 x 1021 | 1.65 x 1024 |
Energi tumbukan (Megaton) | 3.2 | 3.6 x 105 | 3.9 x 108 |
Selang kejadian (tahun untuk planet Bumi) | 1000 | 2.1 juta | 460 juta |
Diameter kawah (km) | 1.2 (sederhana) | 23.7 (kompleks) | 186 (kompleks) |
Radius bola api (km) | Tidak ada bola api karena kecepatan tumbuk yang rendah | 23 | 236 |
Waktu radiasi setelah tumbukan (detik) | Tidak ada bola api | 1.2 | Di dalam bola api |
Paparan panas (MJ/m2) | Tidak ada bola api | 14.8 | Di dalam bola api |
Kerusakan akibat radiasi panas | Tidak ada bola api | Luka bakar tingkat tiga (parah); banyak kebakaran | Di dalam bola api, semua terpanggang |
Waktu kedatangan gempa (detik) | 40 | 40 | 40 |
Kekuatan Gempa (skala Richter) | 4.9 | 8.3 | 10.4 |
Kekuatan Gempa (skala Mercalli) | I – III | VII – VIII | X – XI |
Waktu kedatangan awan batu (detik) | Debu diblokir oleh atmosfer | 206 | 206 |
Ketebalan awan batu (meter) | Tidak ada | 0.09 | 137 |
Diameter batu (cm) | Tidak ada | 2.4 | Di dalam bola api |
Waktu kedatangan letupan (detik) | 606 | 606 | 606 |
Tekanan letupan puncak (bar) | 0.004 | 0.80 | 77 |
Kecepatan angin maksimum (m/s) | 0.96 | 145 | 2220 |
Kerusakan akibat letupan | Tidak ada | Bangunan kayu dan yang tidak kokoh runtuh; jendela kaca pecah; 90% pohon tumbang | Hampir semua bangunan dan jembatan roboh; kerusakan dan kekacauan kendaraan; 90% pohon tumbang |
*Sumber : Faktailmiah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar